Pekan ini akan merupakan pekan yang mendebarkan bagi sebagian orang. Beberapa orang akan menggunakan segala macam cara dan semua jaringan yang mereka miliki untuk menarik hati SBY sambil berharap si Pak Presiden ini berbaik hati memberikan sebuah kursi menteri. Di lain pihak, orang – orang yang saat ini masih menjabat sebagai menteri pun merasa was – was terhadap kans mereka untuk kembali bertahan di kabinet. Bagi mereka yang terlempar dari jajaran kabinet, maka berarti dia sudah tidak kebal hukum terhadap upaya pengusutan korupsi yang biasa dilakukan oleh KPK.
Di tengah kekhawatiran orang – orang yang mengamankan kepentingan pribadi dan kelompoknya, ALHAMDULILLAH masih terdapat segelintir orang yang berpikir tentang politik Indonesia ke depan. Mereka sangat mengkhawatirkan kekuatan pemerintah yang terlalu besar. Bukan tanpa alasan jika kekhawatiran tersebut muncul, mengingat pengalaman bangsa ini yang berada dalam cengkraman rezim otoriter sejak tahun 1957 sampai tahun 1998.
Sampai saat ini saya percaya bawa SBY tidak akan pernah melakuka perubahan terhadap UUD 1945 demi penjagaan kekuasaannya. Meskipun begitu, tetap saja kekhawatiran akan munculnya pemerintah yang sangat dominan tetap tidak bisa hilang jika melihat komposisi partai pendukung pemerintah, yaitu PKS, PAN, PPP, PD, PKB yang kedatangan dua anggota istimewa, Golkar dan PDIP. Bergabungnya dua anggota istimewa ini semakin memperkuat pengaruh pemerintahan SBY lima tahun ke depan terhadap legislatif sampai lebih dari 80%
Jika melihat komposisi antara pendukung pemerintah dan oposisi di legislatif, maka dapat dipastikan bahwa politik Indonesia dalam lima tahun ke depan akan berjalan membosankan, sama seperti menebak siapa Presiden Indonesia pada masa 1966 – 1997. Mengingat kita tidak dapat mengharapkan parpol – parpol di Indonesia berpegang pada nilai – nilai mereka, satu – satunya harapan agar politik Indonesia menjadi lebih dinamis adalah sikap pragmatis parpol – parpol Indonesia. Sehingga, ketika sebuah kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah, maka parpol – parpol tersebut lebi memilih menjaga poularitas dibandingkna posisi mereka sebagai pendukung pemerintah